
LUNABERITA, – Seorang konsumen bernama Tati Suryati melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Pertamina (Persero), serta PT Shell Indonesia. Gugatan itu didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dengan alasan adanya pembatasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) beroktan tinggi, yakni Shell V-Power Nitro+ RON 98.
Kronologi Gugatan
Menurut kuasa hukum Tati, Boyamin Saiman, permasalahan bermula saat kliennya hendak mengisi BBM pada 14 September 2025 di SPBU BSD 1 dan BSD 2. Jenis V-Power Nitro+ RON 98 yang biasa ia gunakan tidak tersedia.
Setelah berkeliling ke sejumlah SPBU di kawasan Alam Sutera hingga Bintaro, hasilnya sama: stok BBM RON 98 kosong. “Klien kami akhirnya terpaksa menggunakan Shell Super RON 92 yang kualitasnya berbeda. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan mesin,” jelas Boyamin dalam berkas gugatan yang diterima, Senin (29/9).
BACA JUGA :
Prabowo dan Kapolri Digugat 2,4 Triliun Atas Demo Agustus
Dasar Gugatan
Dalam dokumen gugatan disebutkan, petugas SPBU menyatakan stok RON 98 kosong karena kuota dari Kementerian ESDM telah habis. Padahal, menurut Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, setiap badan usaha memiliki hak yang sama untuk mengimpor minyak bumi, asalkan mendapat rekomendasi Kementerian ESDM dan izin Kementerian Perdagangan.
Tati menilai kebijakan tersebut merugikan konsumen, karena membuat badan usaha swasta termasuk Shell harus membeli base fuel melalui Pertamina dengan mekanisme tertentu.
Tuntutan Ganti Rugi
Akibat ketiadaan BBM RON 98, Tati mengklaim mengalami kerugian materiil sebesar Rp1,16 juta (setara dengan dua kali pengisian penuh V-Power Nitro+ RON 98). Ia juga menuntut ganti rugi immateriil Rp500 juta karena rasa cemas dan potensi kerusakan kendaraan pribadinya yang bernilai setengah miliar rupiah.
LUNASPORT :
Jorge Martin Alami Patah Tulang Selangka di Sprint MotoGP Jepang
Petitum Gugatan
Penggugat meminta majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan Kementerian ESDM, Pertamina, dan Shell telah melakukan perbuatan melawan hukum, serta menghukum mereka membayar ganti rugi materiil maupun immateriil dan biaya perkara.
Sebagai opsi, dalam petitumnya Tati juga memohon agar majelis hakim memberikan putusan ex aequo et bono, yakni seadil-adilnya sesuai prinsip hukum perdata.