Jakarta – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan aliansi negara-negara BRICS memasuki fase baru. Pemerintahan Presiden Donald Trump secara bertahap memberlakukan tarif impor tinggi terhadap beberapa anggota BRICS, yang memicu ketidakpastian dalam perdagangan global.

India negara pertama yang terdampak dengan tarif masuk sebesar 25 persen yang kemudian dinaikkan menjadi 50 persen pada Rabu (6/8). Kemudian, Brasil juga dikenai tarif serupa, yang memicu kekhawatiran di internal BRICS terkait arah strategi kolektif menghadapi tekanan dari Washington.

Kebijakan tarif ini dikarenakan sejumlah anggota BRICS yang terus mengimpor minyak dari Rusia dengan harga diskon, di tengah sanksi internasional. Presiden Trump menyebut praktik tersebut sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi AS dan keuntungan strategis negara-negara pesaing.

Baca Juga : Gunung Berapi Rusia Meletus Untuk Pertama Kali Sejak 600 Tahun, Di Picu Gempa Dahsyat

Brasil, yang terdampak cukup signifikan, telah menyatakan keberatannya atas kebijakan ini. Pemerintahan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva berencana untuk membahas langkah balasan secara bersama dengan anggota BRICS lainnya, meskipun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari forum tersebut.

Sementara itu, Rusia tidak menjadi sasaran tarif baru lantaran masih berada di bawah sanksi ekonomi yang telah lama diberlakukan oleh AS. Namun, Moskow tetap menjadi aktor penting dalam dinamika ini dengan terus mendorong agenda de-dolarisasi serta memperkuat pengaruh BRICS dalam sistem perdagangan global.

Keputusan Trump terhadap India terbilang mengejutkan, mengingat negara tersebut sebelumnya disebut sebagai “mitra strategis” oleh pemerintah AS. Namun, pembelian minyak Rusia oleh India dinilai sebagai tindakan yang merugikan kepentingan ekonomi Amerika.

Tak hanya itu, China, sebagai rival dagang utama AS, juga kembali dikenai bea masuk tinggi. Tarif terhadap produk asal China sebelumnya pernah mencapai 145 persen, meski kini telah dikurangi menjadi sekitar 30 persen. Pemerintah Xi Jinping merespons kebijakan ini dengan memperkuat solidaritas BRICS dan meningkatkan kerja sama ekonomi antaranggota.

Afrika Selatan pun turut terdampak. Negeri tersebut dikenakan tarif sebesar 30 persen, dengan Presiden Trump menyampaikan tuduhan kontroversial tentang diskriminasi terhadap warga kulit putih di negara tersebut sebuah pernyataan yang menuai reaksi negatif dari komunitas internasional.

Konflik dagang ini mencerminkan pergeseran besar dalam lanskap geopolitik dan ekonomi global. BRICS, yang awalnya dibentuk untuk mempererat kolaborasi ekonomi di antara negara-negara berkembang, kini menghadapi tekanan langsung dari kekuatan ekonomi terbesar dunia, dengan implikasi luas terhadap stabilitas perdagangan internasional.

Baca Juga : The Best Recipe of Sate Kere from Solo