LUNA BERITA ,-Kerusuhan berdarah meletus di Nepal setelah aksi demonstrasi berubah anarkis. Massa yang marah membakar gedung pemerintah, rumah sejumlah politisi, serta menyerang para menteri.
Rabu (10/9/2025), para pengunjuk rasa terlihat membakar ban, melemparkan batu, dan menghanguskan rumah beberapa tokoh politik. Helikopter militer dikerahkan untuk mengevakuasi menteri-menteri yang rumahnya dikepung massa. Kompleks pemerintahan Singha Durbar yang menaungi gedung parlemen dan kementerian utama juga dilaporkan terbakar.
Rekaman di media sosial memperlihatkan mantan PM Nepal Sher Bahadur Deuba bersama istrinya yang juga Menlu Arzu Rana, serta Menkeu Bishnu Paudel, turut menjadi sasaran amukan massa. Dalam video lain yang dikutip NDTV dan Times of India, Bishnu Paudel tampak berlari di jalan untuk menyelamatkan diri dari serangan.
BACA JUGA :
Israel Diguncang Serangan Drone Houthi, Bandara Ramon Jadi Sasaran
Kepala HAM PBB Volker Turk menyatakan keprihatinan mendalam atas kekerasan ini dan menyerukan dialog. Sementara itu, Reporters Without Borders (RSF) melaporkan kantor Kantipur Media Group turut terbakar, serta mengimbau agar jurnalis tidak dijadikan target.
Bandara Kathmandu masih beroperasi meski beberapa penerbangan terpaksa dibatalkan akibat asap kebakaran yang mengganggu jarak pandang, kata juru bicara bandara Rinji Sherpa.
Di tengah situasi genting tersebut, PM Nepal KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya setelah gelombang protes menolak larangan media sosial menewaskan 19 orang dan melukai lebih dari 100 orang.

“Dengan mempertimbangkan kondisi sulit negara ini, saya menyatakan mengundurkan diri efektif hari ini demi memfasilitasi penyelesaian masalah secara politik sesuai konstitusi,” tulis Oli dalam surat kepada Presiden Ramchandra Paudel pada Selasa (9/9).
Aksi protes awalnya dipicu pemblokiran platform media sosial seperti Facebook dan YouTube karena tidak terdaftar serta enggan tunduk pada aturan pemerintah. Namun, gerakan ini berkembang menjadi ekspresi kekecewaan luas terhadap pemerintahan, terutama dari kalangan muda yang marah melihat gaya hidup mewah anak pejabat dijuluki ‘anak nepo’ sementara mayoritas generasi muda Nepal kesulitan mendapatkan pekerjaan.