Jepara, 6 Agustus 2025
Rencana pembangunan peternakan babi skala besar di Desa Jugo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, memicu gelombang penolakan luas dari masyarakat hingga berujung pada fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah.
Proyek investasi yang diajukan oleh PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk ini awalnya diproyeksikan menjadi salah satu usaha peternakan babi terbesar di Indonesia, dengan nilai investasi mencapai Rp 10 triliun. Namun, ambisi ekonomi ini harus berhadapan langsung dengan realitas sosial dan religius masyarakat Jepara yang mayoritas Muslim.
Fatwa Haram: Semua Bentuk Keterlibatan Dilarang
Puncak dari penolakan masyarakat terjadi pada 1 Agustus 2025, ketika MUI Jawa Tengah menerbitkan Fatwa Nomor Kep.FW.01/DP-P.XII/SK/VIII/2025, yang secara tegas menyatakan haram terhadap usaha peternakan babi tersebut, termasuk segala bentuk keterlibatan di dalamnya baik bekerja, membantu, maupun mendukung aktivitasnya.
“Fatwa dikeluarkan setelah kami menerima banyak laporan warga yang keberatan. Hukum peternakan babi di Jawa Tengah adalah haram. Mereka yang membantu, bekerja, dan mendukung juga hukumnya haram,” tegas Ketua MUI Jateng Ahmad Darodji, Senin (4/8).
Menurutnya, keputusan ini telah melalui pembahasan mendalam berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, serta mempertimbangkan aspek sosial dan moral generasi muda.
Respons Pemerintah: Dukung Investasi, Tapi Hormati Nilai Religius
Bupati Jepara Witiarso Utomo (Wiwit) mengakui berada dalam posisi dilematis. Ia menyatakan pemerintah daerah pada prinsipnya terbuka terhadap investasi, namun tetap mengutamakan nilai-nilai religius masyarakat.
“Jepara adalah daerah religius. Kami lebih memilih mendengarkan petuah para kiai agar keputusan tidak melukai masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sejak awal, pihaknya mensyaratkan investor untuk mendapatkan persetujuan dari MUI dan tokoh agama seperti NU dan Muhammadiyah. Meski potensi retribusi dari usaha tersebut bisa mencapai Rp 300 ribu per ekor, dan kontribusi CSR cukup besar, hal itu bukan pertimbangan utama.
DPD dan DPRD Serukan Solusi Bijak
Anggota DPD RI asal Jateng Abdul Kholik menyarankan agar investasi tetap diarahkan untuk kepentingan ekonomi dengan mempertimbangkan relokasi ke daerah yang tidak menimbulkan resistensi warga. Ia bahkan menyarankan orientasi ekspor atau konsumsi non Muslim.
“Kalau masyarakat keberatan, harus dicarikan solusi. Misalnya lokasi yang steril dari penolakan warga,” katanya.
Di sisi lain, Fraksi PPP DPRD Jateng secara tegas menolak pendirian peternakan babi di Jepara. Ketua Fraksi, Muhammad Naryoko, menyebut rencana tersebut sangat tidak kontekstual dan berisiko memicu konflik sosial.
“Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi menyangkut sensitivitas agama, sosial, dan budaya masyarakat,” katanya.
Solusi Pemerintah Provinsi: Relokasi
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengusulkan agar proyek peternakan babi tersebut dipindahkan ke lokasi lain yang lebih sesuai.
“Kalau memungkinkan, kita cari tempat lain. Tapi kami serahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kabupaten Jepara sebagai pemegang kewenangan,” ungkapnya.
Taj Yasin menegaskan bahwa kendati proyek ini memiliki nilai ekonomi besar, kondusivitas masyarakat tetap menjadi prioritas utama.