LUNA BERITA ,-Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menilai desakan komunitas internasional untuk mengakui negara Palestina sebagai sebuah “kesalahan besar”. Ia memperingatkan, langkah tersebut justru berpotensi mendorong Israel mengambil tindakan sepihak.
Sejumlah negara, termasuk Prancis dan Inggris, berkomitmen akan memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-80 yang digelar bulan ini. Ketegangan hubungan Israel–Prancis kian memanas sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan niat negaranya untuk mengakui Palestina dan bekerja sama dengan Arab Saudi menyelenggarakan konferensi tentang solusi dua negara pada Juli lalu.
BACA JUGA :
Diduga Korban Mutilasi, Potongan Tubuh di Lereng Gunung Welirang
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, juga menyatakan bulan lalu bahwa London siap mengikuti langkah Paris jika Israel tidak menyetujui gencatan senjata di Gaza.
Dalam konferensi pers bersama Menlu Denmark Lars Lokke Rasmussen pada Minggu (7/9), Saar menegaskan, “Negara-negara seperti Prancis dan Inggris yang mendorong pengakuan itu telah melakukan kesalahan besar.” Menurutnya, rencana tersebut hanya akan menyulitkan proses perdamaian, mengganggu stabilitas kawasan, dan memicu keputusan sepihak dari Israel.
Meski tidak merinci keputusan apa yang dimaksud, pernyataan Saar muncul bersamaan dengan persetujuan pemerintah Israel atas proyek permukiman baru, termasuk proyek kontroversial E1 di Tepi Barat. Jika dijalankan, proyek besar di Yerusalem Timur itu berpotensi memisahkan wilayah Tepi Barat menjadi dua bagian.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, bahkan menyebut proyek E1 sebagai upaya untuk “mengubur gagasan negara Palestina”. Ia, yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, juga menyerukan agar Israel mencaplok sebagian besar wilayah tersebut guna menyingkirkan ide pembagian tanah untuk negara Palestina.
Komunitas internasional telah berulang kali memperingatkan bahwa proyek E1 mengancam keberlangsungan negara Palestina di masa depan, sementara seluruh permukiman Israel di Tepi Barat dinilai ilegal menurut hukum internasional.