LUNA BERITA ,- Lebih dari 50 orang dilaporkan tewas dalam serangkaian serangan geng yang mengguncang Haiti pekan lalu. Peristiwa ini menjadi salah satu tragedi pembunuhan massal terbaru di negara Karibia yang tengah dilanda krisis berkepanjangan.
Insiden berdarah tersebut terjadi pada 11–12 September di kawasan utara ibu kota Port-au-Prince, menurut laporan Jaringan Pertahanan Hak Asasi Manusia Nasional (RNDDH) yang dirilis Senin (15/9) waktu setempat.
“Hingga 14 September 2025, sejumlah korban masih belum ditemukan. Beberapa jenazah bahkan dibiarkan tergeletak di semak-semak dan dimangsa anjing,” ungkap RNDDH, dikutip kantor berita AFP, Selasa (16/9/2025).
BACA JUGA :
Demo Besar Anti-Imigran di London Berakhir Bentrok, Puluhan Ditangkap
Haiti, yang dikenal sebagai negara termiskin di Benua Amerika, kian tenggelam dalam gelombang kekerasan. Saat ini, sebagian besar wilayah termasuk area ibu kota berada di bawah cengkeraman geng bersenjata. Lokasi serangan berada sekitar 25 kilometer di utara Port-au-Prince.
Menurut RNDDH, para pelaku tidak hanya membunuh lebih dari 50 warga, tetapi juga membakar puluhan rumah. “Sebagian korban selamat berhasil melarikan diri ke daerah sekitar, sementara lainnya nekat menyeberang laut dengan perahu untuk menghindari penyerang,” lanjut laporan itu.
BACA JUGA :
Pasangan Adnan Maulana / Indah Tembus Perempat Final Hong Kong Open 2025
Kondisi genting ini sejalan dengan peringatan yang disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bulan lalu. Ia menegaskan otoritas negara Haiti tengah runtuh dan kekerasan kini meluas ke luar ibu kota, di mana geng-geng telah menguasai lebih dari 90 persen wilayah.
Pada Minggu lalu, Guterres juga mengecam serangan di kawasan Cabaret dan menyerukan negara-negara anggota untuk segera mempercepat dukungan terhadap misi keamanan multinasional, baik dalam hal logistik, personel, maupun pendanaan.
Data Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mencatat, sedikitnya 3.141 orang tewas di Haiti hanya dalam enam bulan pertama tahun ini, mencerminkan betapa parahnya krisis yang melanda negara tersebut.